Rabu, 21 Juli 2010

Menghidupkan Akhlak Mulia (1)

akhlak mulia 01Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, para pengikutnya, segenap sahabatnya dan orang-orang yang setia kepadanya. Amma ba’du.

Sesungguhnya kemuliaan akhlak itu terwujud dengan memberikan apa yang dipunyai kepada orang lain, menahan diri sehingga tidak menyakiti, dan menghadapi gangguan atau tekanan dengan penuh kesabaran. Hal itu akan bisa digapai dengan membersihkan jiwa dari sifat-sifat rendah lagi tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji. Simpul kemuliaan akhlak itu adalah: kamu tetap menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberikan kebaikan kepada orang yang tidak mau berbuat baik kepadamu, dan memaafkan kesalahan orang lain yang menzalimi dirimu.

Akhlak yang mulia memiliki berbagai keutamaan. Ia merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan kemuliaan akhlak seorang akan memperoleh ketinggian derajat. Dengan sebab kemuliaan akhlak pula berbagai problema akan menjadi mudah, aib-aib akan tertutupi dan hati manusia akan tunduk dan menyukai sang pemilik akhlak yang mulia ini. Dengan akhlak yang mulia juga, seorang akan terbebas dari pengaruh negatif tindakan jelek orang lain. Dia pandai menunaikan kewajibannya dan melengkapinya dengan hal-hal yang disunnahkan. Sebagaimana ia akan terjauhkan dari akibat buruk sikap tergesa-gesa dan serampangan. Dengan akhlak yang mulia pikiran akan tenteram dan kehidupan terasa nikmat.

Tidak diragukan bahwa mengubah kebiasaan memang perkara yang sangat berat dilakukan orang. Meskipun demikian, hal itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan mustahil dilakukan. Terdapat banyak jalan dan sarana yang bisa ditempuh oleh manusia untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak. Sebagian di antara jalan-jalan tersebut adalah:

1. Memiliki Aqidah yang Selamat

Aqidah adalah urusan yang sangat agung dan mulia. Perilaku merupakan hasil dari pikiran dan keyakinan di dalam jiwa. Penyimpangan perilaku biasanya muncul akibat penyimpangan aqidah. Aqidah itulah iman. Sementara orang yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Apabila aqidah seseorang baik maka akan baik pula akhlaknya. Sehingga aqidah yang benar akan menuntun pemiliknya untuk bisa memiliki akhlak yang mulia seperti: berlaku jujur, dermawan, lemah lembut, berani, dan lain sebagainya. Sebagaimana kemuliaan akhlak juga akan menghalangi dirinya dari melakukan perilaku-perilaku yang jelek seperti; berdusta, bakhil (pelit), bertindak bodoh, serampangan, dan lain sebagainya.

2. Senantiasa Berdoa Memohon Akhlak Mulia

Doa merupakan pintu (kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan untuk seorang hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan keberkahan akan tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan akhlak dan terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan urusannya kepada Rabbnya. Hendaknya dia ‘menengadahkan telapak tangannya’ dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan kepadanya akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlak-akhlak yang buruk darinya. Oleh karena itulah Nabi ‘alaihish shalatu was salam adalah orang yang sangat banyak memohon kepada Rabbnya untuk mengaruniakan kepada beliau kemuliaan akhlak. Beliau biasa memanjatkan permohonan di dalam doa istiftah, “Ya Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak mulia. Tidak ada yang bisa menunjukkan kepada kemuliaan itu kecuali Engkau. Dan singkirkanlah akhlak yang jelek dari diriku. Tidak ada yang bisa menyingkirkan kejelekan akhlak itu kecuali Engkau.” (HR. Muslim: 771). Salah satu doa yang beliau ucapkan juga, “Ya Allah, jauhkanlah dari diriku kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan penyakit.” (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan olehnya serta disepakati Adz Dzahabi). Beliau juga berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut, pikun, sifat pelit. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari [7/159] dan Muslim [2706]).

3. Bersungguh-Sungguh/Mujahadah Dalam Memperbaiki Diri

Kesungguh-sungguhan akan banyak berguna di dalam upaya untuk mendapatkan hal ini. Sebab kemuliaan akhlak tergolong hidayah yang akan diperoleh oleh seseorang dengan jalan bersungguh-sungguh dalam mendapatkannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman yang artinya, “Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami maka akan Kami mudahkan untuknya jalan-jalan menuju keridhaan Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69). Barangsiapa yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya untuk bisa berhias diri dengan sifat-sifat keutamaan, serta menundukkannya untuk menyingkirkan akhlak-akhlak yang tercela niscaya dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan akan tersingkir darinya kejelekan-kejelekan. Akhlak ada yang didapatkan secara bawaan dan ada pula yang dimiliki setelah melatih diri dan membiasakannya. Mujahadah tidaklah cukup sekali atau dua kali, namun ia harus dilakukan sepanjang hayat hingga menjelang kematiannya. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Rabbmu hingga datang kematian kepadamu.” (QS. Al Hijr: 99).

4. Introspeksi/Muhasabah

Yakni dengan cara mengoreksi diri ketika melakukan akhlak yang tercela dan melatih diri agar tidak terjerumus kembali dalam perilaku akhlak yang tercela itu. Namun hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam mengintrospeksi karena hal itu akan menimbulkan patah semangat.

5. Merenungkan Dampak Positif Akhlak yang Mulia

Sesungguhnya memikirkan dampak positif dan akibat baik dari segala sesuatu akan memunculkan motivasi yang sangat kuat untuk melakukan dan mewujudkannya. Maka setiap kali hawa nafsu mulai terasa sulit untuk ditundukkan hendaknya ia mengingat-ingat dampak positif tersebut. Hendaknya dia mengingat betapa indah buah dari kesabaran, niscaya pada saat itu nafsunya akan kembali tunduk dan kembali ke jalur ketaatan dengan lapang. Sebab apabila seseorang menginginkan kemuliaan akhlak dan dia menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu yang paling berharga dan perbendaharaan yang paling mahal bagi jiwa manusia niscaya akan terasa mudah baginya untuk menggapainya.

6. Memikirkan Dampak Buruk Akhlak yang Jelek

Yaitu dengan memperhatikan baik-baik dampak negatif yang timbul akibat akhlak yang jelek berupa penyesalan yang terus menerus, kesedihan yang berkepanjangan, rasa tidak senang di hati orang lain kepadanya. Dengan demikian seorang akan terdorong untuk mengurangi perilakunya yang buruk dan terpacu untuk memiliki akhlak yang mulia.

7. Tidak Putus Asa untuk Memperbaiki Diri

Sebagian orang yang berakhlak jelek mengira bahwa perilakunya sudah tidak mungkin untuk diperbaiki dan mustahil untuk diubah. Sebagian orang ketika berusaha sekali atau beberapa kali untuk memperbaiki dirinya namun menjumpai kegagalan maka dia pun berputus asa. Hingga akhirnya dia tidak mau lagi memperbaiki dirinya. Sikap semacam ini benar-benar tidak layak dimiliki seorang muslim. Dia tidak boleh barang sedikit pun merasa senang dengan kehinaan yang sedang dialaminya lantas tidak mau lagi menempa diri karena menurutnya perubahan keadaan merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada dirinya. Namun semestinya dia memperkuat tekad dan terus berupaya untuk menyempurnakan diri, dan bersungguh-sungguh dalam mengikis aib-aib dirinya. Betapa banyak orang yang berhasil berubah keadaan dirinya, jiwanya menjadi mulia, dan aib-aibnya lambat laun menghilang akibat keseriusannya dalam menempa diri dan kesungguhannya dalam menaklukkan tabiat buruknya.


[Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar