Jumat, 23 Juli 2010

Menghidupkan Akhlak Mulia (4)

akhlak mulia 0422. Melupakan Perbuatan Baiknya Kepada Orang Lain

Ini merupakan tingkatan yang tinggi serta mulia. Yaitu dengan cara melupakan kebaikan yang pernah anda lakukan kepada orang lain hingga sepertinya hal itu tidak pernah anda lakukan. Barangsiapa yang ingin meraih kemuliaan akhlak hendaknya dia berusaha melupakan kebaikan yang pernah dilakukannya kepada orang lain. Hal itu supaya dia terbebas dari perasaan berjasa dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Dan juga supaya dia semakin meningkat menuju kemuliaan akhlak yang lebih tinggi lagi.

23. Merasa Senang Dengan Perlakuan Baik Orang Lain Meski Hanya Sedikit

Yaitu dengan menerima kebaikan orang lain meskipun hanya sepele. Dan tidak menuntut mereka untuk membalas kebaikannya dengan persis serupa. Sehingga dia tidak akan menyulitkan orang lain. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Berikanlah maaf, perintahkanlah yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199). Abdullah bin Az-Zubair mengatakan, “Allah memerintahkan Nabinya untuk suka memberikan maaf dan toleransi terhadap kekurangan akhlak orang lain.”

24. Mengharapkan Pahala Dari Allah

Perkara ini merupakan salah satu sebab utama untuk bisa menggapai akhlak yang mulia. Dengan hal ini orang akan mudah untuk bersabar, beramal dengan sungguh-sungguh, dan tabah dalam menghadapi gangguan orang lain. Apabila seorang muslim meyakini bahwa Allah pasti akan membalas kebaikan akhlaknya, niscaya dia akan bersemangat untuk memiliki akhlak-akhlak yang mulia, dan rintangan yang dijumpainya akan terasa ringan.

25. Menjauhi Sebab-Sebab Marah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah! Berikanlah wasiat kepadaku.” Maka beliau mengatakan, “Jangan marah!.” (HR. Bukhari)

26. Menjauhi Perdebatan

Perdebatan akan memunculkan permusuhan serta menyisakan perpecahan. Bahkan perdebatan juga terkadang menyebabkan kedustaan. Kalaupun memang terpaksa harus berdebat maka hendaknya berdebat dengan cara yang santun serta didasari niat untuk mencari kebenaran dan menggunakan cara yang lebih baik dan lebih lembut. Allah berfirman yang artinya, “Dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga yang tinggi bagi orang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud)

27. Saling Menasihati Agar Berakhlak Baik

Yaitu dengan mengingat-ingat keutamaan akhlak mulia dan memberikan peringatan keras dari keburukan akhlak. Dan juga memberikan nasihat kepada orang yang berakhlak buruk agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia termasuk kebenaran yang harus dipesankan kepada yang lain. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 3).

28. Menerima Nasihat yang Sopan dan Kritikan yang Membangun

Hal ini termasuk sebab yang dapat memudahkan untuk bisa memiliki akhlak yang mulia dan mengikis akhlak yang jelek. Bagi orang yang diberi nasihat maka hendaknya dia menerimanya dengan lapang dada. Bahkan sudah semestinya bagi orang-orang yang merindukan kesempurnaan -apalagi yang berkedudukan sebagai pemimpin- untuk meminta saran kepada orang-orang tertentu yang dia percayai untuk mengetahui dan mengoreksi kesalahan dan kekurangan dirinya. Dan hendaknya dia menyambut nasihat dan koreksi yang mereka berikan dengan perasaan senang dan gembira.


[Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar