Rabu, 28 Juli 2010

Kategori Riba Fadhl

riba fadhlAl-Imam Muslim bin Al-Hajjaaj rahimahullah berkata :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, ‘Amru bin Naaqid, dan Ishaaq bin Ibraahiim – dan lafadh ini kepunyaan Ibnu Abi Syaibah. Ishaaq berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami; sedangkan yang dua yang lain berkata : Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Khaalid Al-Hadzdzaa’, dari Abu Qilaabah, dari Abu Asy’ats, dari ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’iir (sejenis gandum) ditukar dengan sya’iir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam; dengan sepadan/seukuran dan harus secara kontan. Apabila komoditasnya berlainan, maka juallah sekehendak kalian asalkan secara kontan juga” [Shahih Muslim no. 1587].

Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَوْسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Ibnu Syihaab, dari Maalik bin Aus, ia mendengar ‘Umar radliyallaahu ‘ahumaa, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Gandum ditukar dengan gandum adalah riba kecuali secara kontan, sya’iir ditukar dengan sya’iir/jewawut adalah riba kecuali secara kontan, dan kurma ditukar dengan krma adalah riba kecuali secara kontan” [Shahih Al-Bukhaariy, no. 2170].
Sebagian Fiqh Hadits
Hadits di atas menjelaskan tentang enam komponen barang dalam katagori riba fadhl, dan bagaimana cara jual beli yang dibenarkan terhadap barang-barang tersebut. Enam komponen tersebut adalah :
a. Emas.
b. Perak.
c. Gandum.
d. Sya’iir (sejenis gandum juga).
e. Kurma.
f. Garam.
Jumhur ulama mengatakan bahwa komponen barang dalam riba fadhl tidak terbatas pada enam jenis di atas, akan tetapi juga pada jenis-jenis lain yang sifatnya dapat diqiyaskan dengannya. Adapun golongan Dhahiriyyah hanya membatasi pada enam jenis tersebut karena mereka menolak penggunaan qiyas.
Emas dan perak masuk dalam komponen riba fadhl karena ia merupakan emas dan perak, baik sebagai alat tukar ataupun bukan. Inilah yang dinyatakan oleh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. Dalil yang mendasari pendapat ini adalah :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ أَبِي شُجَاعٍ سَعِيدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ اشْتَرَيْتُ يَوْمَ خَيْبَرَ قِلَادَةً بِاثْنَيْ عَشَرَ دِينَارًا فِيهَا ذَهَبٌ وَخَرَزٌ فَفَصَّلْتُهَا فَوَجَدْتُ فِيهَا أَكْثَرَ مِنْ اثْنَيْ عَشَرَ دِينَارًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَا تُبَاعُ حَتَّى تُفَصَّلَ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Laits, dari Abu Syujaa’ Sa’iid bin Yaziid, dari Khaalid bin Abi ‘Imraan, dari Hanasy Ash-Shan’aaniy, dari Fadlaalah bin ‘Ubaid, ia berkata : "Aku pernah membeli sebuah kalung di hari (penaklukan) Khaibar seharga 12 dinar. Pada kalung tersebut terdapat emas dan permata. Lalu aku pisahkan ia (emas dan permata dari kalung), dan ternyata aku dapatkan nilainya lebih dari 12 dinar. Kemudian aku ceritakan hal itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pun bersabda : "Janganlah kamu menjualnya sehingga kamu memisahkannya (emas dari kalungnya)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1591].
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara emas dinar yang berfungsi sebagai alat tukar dengan emas yang terdapat dalam kalung yang berfungsi sebagai perhiasan, sehingga keduanya – ketika akan ditukarkan/dijual – harus sepadan (dan kontan).
Terkait dengan itu, semua barang yang mempunyai fungsi sebagai alat tukar, maka dapat diqiyaskan dengan emas dan perak. Termasuk dalam hal ini adalah uang di jaman sekarang – menurut pendapat yang paling raajih dari kalangan ulama kontemporer.
Empat jenis lainnya (gandum, sya’iir, kurma, dan garam) masuk dalam komponen riba fadhl karena mempunyai nilai fungsional sebagai bahan makanan pokok dan bisa ditakar. Inilah yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnu ‘Utsaimin. Pendapat ini ditopang oleh hadits :
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو ح و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ أَبَا النَّضْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ بُسْرَ بْنَ سَعِيدٍ حَدَّثَهُ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ أَرْسَلَ غُلَامَهُ بِصَاعِ قَمْحٍ فَقَالَ بِعْهُ ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ شَعِيرًا فَذَهَبَ الْغُلَامُ فَأَخَذَ صَاعًا وَزِيَادَةَ بَعْضِ صَاعٍ فَلَمَّا جَاءَ مَعْمَرًا أَخْبَرَهُ بِذَلِكَ فَقَالَ لَهُ مَعْمَرٌ لِمَ فَعَلْتَ ذَلِكَ انْطَلِقْ فَرُدَّهُ وَلَا تَأْخُذَنَّ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ فَإِنِّي كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الطَّعَامُ بِالطَّعَامِ مِثْلًا بِمِثْلٍ قَالَ وَكَانَ طَعَامُنَا يَوْمَئِذٍ الشَّعِيرَ قِيلَ لَهُ فَإِنَّهُ لَيْسَ بِمِثْلِهِ قَالَ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُضَارِعَ
Telah menceritakan kepada kami Haaruun bin Ma’mar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Amru. Dan telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, dari ‘Amru bin Al-Haarits : Bahwasannya Abun-Nadlr telah menceritakan kepadanya : Bahwasannya Busr bin Sa’iid telah menceritakan kepadanya, dari Ma’mar bin ‘Abdillah : Bahwa ia pernah menyuruh pelayannya dengan membawa satu sha' tepung, lalu ia berkata : "Juallah gandum itu, lalu tukarkanlah dengan sya’iir/jewawut". Lalu pelayannya itu pergi dan mengambil lebih dari satu sha' gandum. Ketika Ma'mar datang, pelayan itu memberitahukan kepadanya tentangnya. Ma'mar berkata kepadanya : "Kenapa engkau lakukan hal itu ? Pergi dan kembalikan sya’iir/jewawut itu, janganlah kamu mengambilnya kecuali dengan takaran yang sama. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Makanan dengan makanan harus sebanding. Ma'mar berkata lagi : "Saat itu makanan kami adalah sya’iir". Lalu dikatakan kepadanya : "Sesungguhnya hal itu tidak sama jenisnya (yaitu antara tepung dengan sya’iir sehingga boleh hukumnya ditukar dengan berbeda ukuran)". Ma’mar menjawab : "Sesungguhnya aku khawatir jika hal itu menyerupai praktek riba" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1592].
Ma’mar telah menyebutkan ‘illat tidak bolehnya penukaran gandum (qamh) dengan sya’iir (sejenis gandum juga) beda takaran karena keduanya termasuk jenis makanan yang harus sama takarannya saat ditukarkan satu dengan yang lainnya jika satu jenis. Antara qamh dan sya’iir, maka ia merupakan barang yang sejenis.[1]
Oleh karena itu, semua jenis bahan makanan yang ditakar dapat diqiyaskan keempat jenis komoditas tersebut.
Dari beberapa hadits yang disebutkan di atas, para ulama merumuskan beberapa kaedah sebagai berikut :
1. Diharuskan sama ukurannya (takaran atau timbangannya) dan diserahkan secara kontan apabila barang-barang yang ditransaksikan adalah barang-barang yang sama jenisnya dan nilai fungsionalnya. Misalnya : emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, dan yang lainnya.[2]
2. Tidak diharuskan sama ukurannya (takaran atau timbangannya) namun harus diserahkan secara kontan, apabila barang-barang yang ditransaksikan adalah barang-barang yang tidak sejenis namun mempunyai nilai fungsional yang sama. Misalnya : emas dengan perak, uang dengan emas, beras dengan kurma, dan yang lainnya.
3. Tidak diharuskan sama ukurannya dan boleh diserahkan secara tertunda (tidak kontan/hutang), apabila barang-barang yang ditransaksikan adalah barang-barang yang tidak sejenis lagi berbeda nilai fungsionalnya. Misalnya : kurma dengan perak, uang dengan beras, dan yang lainnya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa transaksi jual-beli yang mengandung riba adalah batal atau tidak sah. Barangsiapa yang mempraktekkan riba, maka transaksinya itu ditolak meskipun ia tidak tahu, karena ia telah berbuat dengan sesuatu yang diharamkan oleh Allah ta’ala.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga sedikit tulisan di atas ada manfaatnya. Bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui bahasan tentang riba ini, bisa dibaca buku : Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syari’ah buah pena Al-Ustadz Muhammad Arifin Badri hafidhahullah (Pustaka Daarul-Ilmi).
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, 00.04 WIB, 27072010].



[1] Seperti misal beras rojolele dengan beras IR, kedelai putih dengan kedelai hitam, dan yang semisalnya.
[2] Termasuk hal yang dilarang namun banyak dipraktekkan di jaman sekarang adalah menukar emas 24 karat dengan emas 21 karat atau menukar beras berkualitas baik dengan beras berkualitas kurang baik; dengan ukuran (timbangan/takaran) yang berbeda. Dasarnya :
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ هُوَ ابْنُ سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَبْدِ الْغَافِرِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلَالٌ كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعْ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِهِ
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Shaalih : Telah menceritakan kepada kami Mu’aawiyyah bin Sallaam, dari Yahyaa, ia berkata : Aku mendengar ‘Uqbah bin ‘Abdil-Ghaafir, bahwasannya ia mendengar Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu berkata : “"Bilaal datang menemui Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan membawa kurma Barniy (jenis kurma terbaik). Maka Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya : "Dari mana kurma ini?". Bilaal menjawab : "Kami memiliki kurma yang jelek, lalu aku jual dua shaa' kurma tersebut dengan satu shaa' kurma yang baik agar kami dapat menghidangkannya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam”. Mendengar hal itu, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Celaka celaka, ini benar-benar riba. Janganlah engkau melakukannya. Jika engkau ingin membelinya, maka juallah kurmamu dengan harga tertentu, baru kemudian belilah kurma yang baik ini" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2312].
Hadits ini juga memberi pengajaran bagi kita bagaimana praktek yang seharusnya dilakukan; yaitu menguangkan (menjual) terlebih dahulu barang yang kita miliki, baru setelah itu kita beli barang sejenis yang lebih baik atau lebih rendah kualitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar